Aceh yang
mula-mula bernama Aceh Darussalam (1511-1959) selanjutnya pernah
disebut dengan nama Daerah Istimewa Aceh (1959-2001) dan Nanggroe Aceh
Darussalam (2001-2009) dan menjadi provinsi
Aceh (2009-sekarang)adalah provinsi
paling barat di Indonesia. Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri,
berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, karena alasan sejarah.[12] Daerah ini
berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra
Hindia di sebelah barat, Selat Malaka
di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan.
Ibu kota Aceh ialah Banda Aceh.
Pelabuhannya adalah Malahayati-Krueng Raya, Ulee Lheue, Sabang, Lhokseumawe
dan Langsa.
Aceh merupakan kawasan yang paling buruk dilanda gempa dan tsunami 26 Desember 2004.
Beberapa tempat di pesisir pantai musnah sama sekali. Yang terberat adalah Banda Aceh,
Aceh Besar,
Aceh Jaya,
Aceh Barat,
Singkil
dan Simeulue.
Aceh mempunyai kekayaan sumber alam
seperti minyak bumi
dan gas alam.
Sumber alam itu terletak di Aceh Utara dan Aceh Timur.
Aceh juga terkenal dengan sumber hutannya, yang terletak di sepanjang jajaran Bukit Barisan,
dari Kutacane,
Aceh Tenggara,
Seulawah,
Aceh Besar,
sampai Ulu Masen di Aceh Jaya.
Sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) juga
terdapat di Aceh Tenggara.
Sejarah
Mesjid Baiturrahman
Artikel utama: Sejarah Aceh
Aceh Darussalam pada zaman kekuasaan zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam (Sulthan
Aceh ke 19), merupakan negeri yang amat kaya dan makmur. Menurut
seorang penjelajah asal Perancis yang tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman tersebut,
kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat Minangkabau
hingga Perak. Kesultanan Aceh telah menjalin hubungan
dengan kerajaan-kerajaan di dunia Barat pada abad ke-16,
termasuk Inggris,
Ottoman,
dan Belanda.
Kesultanan Aceh terlibat perebutan kekuasaan yang
berkepanjangan sejak awal abad ke-16, pertama dengan Portugal,
lalu sejak abad ke-18
dengan Britania Raya (Inggris) dan Belanda.
Pada akhir abad ke-18, Aceh terpaksa menyerahkan wilayahnya di Kedah dan Pulau Pinang
di Semenanjung Melayu kepada Britania Raya.
Pada tahun 1824, Persetujuan Britania-Belanda
ditandatangani, di mana Britania menyerahkan wilayahnya di Sumatra kepada
Belanda. Pihak Britania mengklaim bahwa Aceh adalah koloni mereka, meskipun hal
ini tidak benar. Pada tahun 1871, Britania membiarkan Belanda untuk menjajah Aceh,
kemungkinan untuk mencegah Perancis dari mendapatkan kekuasaan di kawasan tersebut.
Kesultanan Aceh
Kesultanan Aceh merupakan kelanjutan dari Kesultanan Samudera Pasai yang hancur pada
abad ke-14.
Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera
dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh). Dalam sejarahnya yang panjang itu
(1496 - 1903), Aceh telah mengukir
masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena
kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer,
komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang
teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan,
hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.
Perang Aceh
Teuku Umar
Perang Aceh
dimulai sejak Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret
1873, dimulai dari
kedatangan Jenderal J.H.R Kohler dengan jumlah pasukan sebanyak 3.198, termasuk
168 perwira KNIL.
Setelah melakukan beberapa ancaman
diplomatik, namun tidak berhasil merebut wilayah yang besar. Perang kembali
berkobar pada tahun 1883,
namun lagi-lagi gagal, dan pada 1892 dan 1893, pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal
merebut Aceh. Bahkan, pada hari pertama perang berlangsung, 1 unit kapal perang
Belanda, Citadel van Antwerpen harus mengalami 12 tembakan meriam dari pasukan
Aceh[14].
Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli
yang berpura-pura masuk Islam dari Universitas Leiden yang telah berhasil
mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh, kemudian memberikan saran
kepada Belanda agar serangan mereka diarahkan kepada para ulama, bukan kepada
sultan. Saran ini ternyata berhasil. Pada tahun 1898, Joannes Benedictus van Heutsz dinyatakan
sebagai gubernur Aceh, dan bersama letnannya, Hendrikus
Colijn, merebut sebagian besar Aceh.
Sultan M. Dawud akhirnya meyerahkan
diri kepada Belanda pada tahun 1903 setelah dua istrinya, anak serta ibundanya terlebih
dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh akhirnya jatuh pada tahun 1904. Saat itu, Ibukota
Aceh telah sepenuhnya direbut Belanda. Namun perlawanan masih terus dilakukan
oleh Panglima-panglima
di pedalaman dan oleh para Ulama Aceh sampai akhirnya
jepang
masuk dan menggantikan peran belanda.
Perang Aceh adalah perang yang paling banyak merugikan
pihak belanda sepanjang sejarah penjajahan Nusantara.
Masa penjajahan
Bangkitnya nasionalisme
Replika
pesawat Dakota RI-001 Seulawah sumbangan rakyat
Aceh di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh
Sementara pada masa kekuasaan
Belanda, bangsa Aceh mulai mengadakan kerjasama dengan wilayah-wilayah lain di
Indonesia dan terlibat dalam berbagai gerakan nasionalis dan politik. Aceh kian
hari kian terlibat dalam gerakan nasionalis Indonesia. Saat Volksraad
(parlemen) dibentuk, Teuku Nyak Arif terpilih sebagai wakil pertama
dari Aceh. (Nyak Arif lalu dilantik sebagai gubernur Aceh oleh gubernur Sumatra
pertama, Mr. Teuku Muhammad Hasan).
Saat Jepang mulai mengobarkan perang
untuk mengusir kolonialis Eropa dari Asia, tokoh-tokoh pejuang Aceh mengirim
utusan ke pemimpin perang Jepang untuk membantu usaha mengusir Belanda dari
Aceh. Negosiasi dimulai pada tahun 1940. Setelah beberapa rencana pendaratan
dibatalkan, akhirnya pada 9 Februari 1942 kekuatan militer Jepang mendarat di
wilayah Ujong Batee, Aceh Besar. Kedatangan mereka disambut oleh tokoh-tokoh
pejuang Aceh dan masyarakat umum. Masuknya Jepang ke Aceh membuat Belanda
terusir secara permanen dari tanah Aceh.
Awalnya Jepang bersikap baik dan
hormat kepada masyarakat dan tokoh-tokoh Aceh, dan menghormati kepercayaan dan
adat istiadat Aceh yang bernafaskan Islam. Rakyat pun tidak segan untuk
membantu dan ikut serta dalam program-program pembangunan Jepang. Namun ketika
keadaan sudah membaik, pelecehan terhadap masyarakat Aceh khususnya kaum
perempuan mulai dilakukan oleh personel tentara Jepang. Rakyat Aceh yang
beragama Islam pun mulai diperintahkan untuk membungkuk ke arah matahari terbit
di waktu pagi, sebuah perilaku yang sangat bertentangan dengan akidah Islam.
Karena itu pecahlah perlawanan rakyat Aceh terhadap Jepang di seluruh daerah
Aceh. contoh yang paling terkenal adalah perlawanan yang dipimpin oleh Teungku
Abdul Jalil, seorang ulama dari daerah Bayu, dekat Lhokseumawe.
Masa Republik Indonesia
Sejak tahun 1976, organisasi
pembebasan bernama Gerakan Aceh Merdeka (GAM) telah berusaha
untuk memisahkan Aceh dari Indonesia melalui upaya militer. Pada 15 Agustus
2005, GAM dan pemerintah
Indonesia akhirnya menandatangani persetujuan damai sehingga mengakhiri konflik
antara kedua pihak yang telah berlangsung selama hampir 30 tahun.
Pada 26 Desember
2004, sebuah gempa bumi besar
menyebabkan tsunami
yang melanda sebagian besar pesisir barat Aceh, termasuk Banda Aceh,
dan menyebabkan kematian ratusan ribu jiwa. Di samping itu, telah muncul
aspirasi dari beberapa wilayah Aceh, khususnya di bagian barat, selatan dan
pedalaman untuk memisahkan diri dari Aceh dan membentuk provinsi-provinsi baru.
Darul Islam / Tentara Islam
Indonesia
Gerakan Aceh Merdeka
Pasca Gempa dan Tsunami 2004, yaitu
pada 2005, Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka sepakat
mengakhiri konflik di Aceh. Perjanjian ini ditandatangani di Finlandia, dengan
peran besar daripada mantan petinggi Finlandia, Martti Ahtisaari.
Kependudukan
Suku bangsa
Provinsi Aceh memiliki 13 suku asli,
yaitu: Aceh,
Gayo,
Aneuk Jamee,
Singkil,
Alas,
Tamiang,
Kluet,
Devayan,
Sigulai,Pakpak,
Haloban,
Lekon
dan Nias.
Hasil sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan hasil sebagai berikut: Aceh
(50,32%), Jawa
(15,87%), Gayo
(11,46%), Alas
(3,89%), Singkil (2,55%), Simeulue
(2,47%), Batak
(2,26%), Minangkabau (1,09%), Lain-lain (10,09%)[15]
Bahasa
Provinsi Aceh memiliki 13 buah
bahasa asli yaitu bahasa Aceh, Gayo,
Aneuk Jamee, Singkil,
Alas,
Tamiang,
Kluet,
Devayan,
Sigulai,Pakpak,
Haloban,
Lekon
dan Nias.
Agama
Sebagian besar penduduk di Aceh
menganut agama Islam.
Dari ke 13 suku asli yang ada di Aceh hanya suku Nias
yang tidak semuanya memeluk agama Islam.
Agama lain yang dianut oleh penduduk di Aceh adalah
agama Kristen
yang dianut oleh pendatang suku Batak dan sebagian warga Tionghoa yang kebanyakan bersuku Hakka.
Sedangkan sebagian lainnya tetap menganut agama Konghucu.
Selain itu provinsi Aceh memiliki
keistimewaan dibandingkan dengan provinsi yang lain, karena di provinsi ini Syariat Islam
diberlakukan kepada sebagian besar warganya yang menganut agama Islam, berdasar
UU No.18/2001. Meski dari kalangan intelektual Aceh sendiri, masih terdapat
perdebatan soal apakah yang diberlakukan di Aceh sudah benar-benar syariat,
atau itu cuma karena alasan politis saja?[16] Alasan yang
juga kemudian disebutkan adalah kondisi konkret ketika itu berkenaan dengan
politik, polemik di kalangan jumhur ulama soal bisa tidaknya hukum Islam
diproduksi pasca kenabian,selain persoalan dualisme aliran dalam Islam, dua
aliran besar dalam tradisi tafsir hukum Islam.[17]
Sejarah awal masuknya Islam ke Aceh
Masih terjadi silang pendapat
terkait persoalan dari sejak kapan Islam pertama sekali disebarkan ke Aceh.
Sebagian berpandangan sudah dimulai dari sejak masa kekhalifahan Utsman bin
Affan sebagai khalifah setelah kerasulan Muhammad SAW. Terkait Islam yang
datang ke Aceh, Snouck Hurgronje dengan Teori Gujaratnya menyebut Islam yang
datang ke sana bukanlah Islam yang dibawa Muhammad, tetapi Islam yang sudah
berkembang matang. Bukan Islam dari al Quran dan Hadits, melainkan Islam dengan
kitab-kitab Fiqh dan dogmanya dari 3 abad kemudian[19].
Sebagian lagi, ada yang berpandangan
bahwa Islam yang datang ke Aceh justru sudah dimulai dari sejak tahun pertama
Hijriyah (618 M). Satu pandangan yang menurut penulis buku Tasawuf Aceh
merupakan pandangan tidak masuk akal. Alasan yang dikemukakannya adalah pada
masa tersebut; ada kevakuman antara wahyu pertama (610 M) dengan wahyu kedua
kepada Muhammad selama 2,5 tahun. Ditambah dengan masa berdakwah secara
sembunyi-sembunyi yang dilakukan Muhammad selama 3 tahun. Dengan demikian baru
pada tahun ke-7 masa kenabiannya baru dimulai dakwah secara terang-terangan. Tetapi
sedikitnya persoalan demikian bisa ditelusuri dari keberadaan kerajaan pertama
bercorak Islam di Aceh, Kerajaan Perlak yang didirikan pada 1 Muharram 225
Hijriyyah[21].
Pendidikan
Dalam hal pendidikan, sebenarnya
provinsi ini mendapatkan status Istimewa selain dari D.I. Yogyakarta. Namun
perkembangan yang ada tidak menunjukkan kesesuaian antara status yang diberikan
dengan kenyataannya. Pendidikan di Aceh dapat dikatakan terpuruk. Salah satu yang
menyebabkannya adalah konflik yang berkepanjangan dan penganaktirian dari RI,
dengan sekian ribu sekolah dan institusi pendidikan lainnya menjadi korban.
Pada UAN (Ujian Akhir Nasional) 2005
ada ribuan siswa yang tidak lulus dan terpaksa mengikuti ujian ulang.
Aceh juga memiliki sejumlah Perguruan Tinggi Negeri
seperti
- Universitas Syiah Kuala
- IAIN Ar-Raniry
- Universitas Malikussaleh
- Politeknik Negeri Lhokseumawe
- Politeknik Aceh
- STAIN Malikussaleh Lhokseumawe
- STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa
Aceh juga memiliki beberapa Universitas/Akademi Swasta
seperti;
- Universitas Abulyatama Aceh
- Universitas Muhammadiyah Aceh
- Universitas Iskandar Muda
- Universitas Serambi Mekkah
- Universitas Jabal Ghafur Sigli
- Akademi Analis Farmasi dan Makanan Banda Aceh
- Akademi Keperwatan
dll
Pemerintahan
Sistem pemerintahan yang berlaku di
Aceh saat ini ada 2, yaitu Sistem Pemerintahan Lokal Aceh
dan Sistem Pemerintahan Indonesia. Berdasarkan penjenjangan, perbedaan yang
tampak adalah adanya Pemerintahan Mukim di antara kecamatan
dan gampong.
Sistem Pemerintahan Indonesia
Sejak tahun 1999, Aceh telah
mengalami beberapa pemekaran wilayah hingga sekarang mencapai 5 pemerintahan
kota dan 18 kabupaten sebagai berikut:
No.
|
Kabupaten/Kota
|
Pusat pemerintahan
|
Kecamatan
|
Desa (atau sederajat)
|
1
|
12
|
321
|
||
2
|
9
|
132
|
||
3
|
23
|
592
|
||
4
|
6
|
172
|
||
5
|
16
|
369
|
||
6
|
10
|
127
|
||
7
|
12
|
128
|
||
8
|
14
|
268
|
||
9
|
11
|
164
|
||
10
|
21
|
580
|
||
11
|
27
|
1.160
|
||
12
|
7
|
232
|
||
13
|
17
|
514
|
||
14
|
11
|
97
|
||
15
|
5
|
213
|
||
16
|
22
|
946
|
||
17
|
8
|
215
|
||
18
|
8
|
135
|
||
19
|
9
|
80
|
||
20
|
5
|
52
|
||
21
|
4
|
67
|
||
22
|
2
|
18
|
||
23
|
5
|
74
|
||
Jumlah
|
264
|
6.656
|
Perwakilan
Meuligoe,
tempat kediaman gubernur Aceh
Berdasarkan Pemilihan Umum Legislatif 2009,
Provinsi Aceh mengirimkan 13 anggota DPR, dengan perincian: Partai
Demokrat tujuh orang, PKS dan Partai Golkar masing-masing dua orang, dan PAN serta PPP masing-masing satu
orang.[22]
Selain itu, empat anggota DPD yang berasal dari Aceh adalah Tgk.
Abdurrahman BTM., H.T. Bachrum Manyak, Dr. Ahmad F. Hamid, M.S., dan Ir. H.T.
A. Khalid, M.M.[23]
Pada tingkat provinsi, DPRA dengan 69 kursi tersedia dikuasai oleh Partai Aceh
(33 kursi)[22].
Partai
|
Kursi
|
%
|
33
|
47,8
|
|
10
|
14,5
|
|
8
|
11,6
|
|
5
|
7,3
|
|
4
|
5,8
|
|
3
|
4,4
|
|
1
|
1,5
|
|
1
|
1,5
|
|
1
|
1,5
|
|
1
|
1,5
|
|
1
|
1,5
|
|
1
|
1,5
|
|
Total
|
69
|
100,0
|
Sistem Pemerintahan Lokal Aceh
Sistem pemerintahan lokal Aceh
terdiri dari gampông, mukim, nanggroë, sagoë dan keurajeun.
Sumber daya alam
Perekonomian
Pra-tsunami 2004
Sebelum bencana tsunami 26 Desember
2004, perikanan merupakan
salah satu pilar ekonomi lokal di Aceh, menyumbangkan 6,5 persen dari
Pendapatan Daerah Bruto (PDB) senilai 1,59 triliun pada tahun 2004 (Dinas
Perikanan dan Kelautan Aceh 2005). Potensi produksi perikanan tangkap mencapai
120.209 ton/tahun sementara perikanan budidaya mencapai 15.454 ton/tahun pada
tahun 2003 (Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh 2004). Produksi perikanan
tersebut merata, baik di Samudera Hindia maupun Selat Malaka.
Industri perikanan menyediakan lebih
dari 100.000 lapangan kerja, 87 persen (87.783) di sub sektor perikanan tangkap
dan sisanya (14.461) di sub sektor perikanan budidaya. Sekitar 53.100 orang
menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian utama. Namun demikian, 60 persen
adalah nelayan kecil menggunakan perahu berukuran kecil. Dari sekitar 18.800
unit perahu/kapal ikan di Aceh, hanya 7.700 unit yang mampu melaut ke lepas
pantai. Armada perikanan tangkap berskala besar kebanyakan beroperasi di Aceh Utara,
Aceh Timur,
Bireuen,
Aceh Barat
dan Aceh Selatan.
Menurut Nurasa et al. (1993),
nelayan Aceh sebagian besar menggunakan alat tangkap pancing (hook and line).
Alat tangkap lain adalah pukat, jaring cincin (purse seine), pukat darat,
jaring insang, jaring payang, jaring dasar, jala dan lain-lain.
Infrastruktur penunjang industri ini
meliputi satu pelabuhan perikanan besar di Banda Aceh,
10 pelabuhan pelelangan ikan (PPI) utama di 7 kabupaten/kota dan sejumlah tempat
pelelangan ikan (TPI)
kecil di 18 kabupaten/kota. Selain itu terdapat 36.600 hektar tambak, sebagian
besar tambak semi intensif yang dimiliki petambak bermodal kecil. Tambak-tambak
ini tersebar di Aceh Utara, Pidie, Bireuen
dan Aceh Timur.
Departemen Kelautan dan Perikanan
(DKP) Indonesia mengelola sebuah pusat pendidikan dan latihan (Pusdiklat)
budidaya, sebuah pusat penelitian dan pengembangan (Puslitbang) budidaya,
sebuah laboratorium uji mutu perikanan dan sebuah kapal latih. Di tiap kabupaten/kota, terdapat dinas
perikanan dan kelautan. Total aset di sektor perikanan pra-tsunami mencapai
sekitar Rp 1,9 triliun.
Pasca-tsunami 2004
Kerusakan
akibat tsunami di Banda Aceh
Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas (2005) memperkirakan 9563 unit perahu hancur atau tenggelam,
termasuk 3969 (41,5%) perahu tanpa motor, 2369 (24,8%) perahu bermotor dan 3225
(33,7%) kapal motor besar (5-50 ton). Selain itu, 38 unit TPI rusak berat dan 14.523
hektar
tambak di 11 kabupaten/kota rusak berat.
Diperkirakan total kerugian langsung akibat bencana tsunami mencapai Rp
944.492,00 (50% dari nilai total aset), sedangkan total nilai kerugian tak
langsung mencapai Rp 3,8 milyar. Sebagian besar kerugian berasal dari kerusakan
tambak.
Kerusakan tambak budidaya tersebar
merata. Bahkan di daerah yang tidak terlalu parah dampak tsunaminya (misalnya
di Aceh Selatan),
tambak-tambak yang tergenang tidaklah mudah diperbaiki dan digunakan kembali.
Total kerugian mencapai Rp 466 milyar,sekitar 50 persen dari total kerugian
sektor perikanan. Kerugian ekonomi paling besar berasal dari hilangnya
pendapatan dari sektor perikanan (tangkap dan budidaya). Hilangnya sejumlah
besar nelayan, hilang atau rusaknya sarana dan prasarana perikanan termasuk
alat tangkap dan perahu serta kerusakan tambak menjadikan angka kerugian sedemikian
besarnya.
Kapal PLTD
Apung yang dibawa oleh tsunami sampai ke darat
Diperkirakan produksi perikanan di
Aceh akan anjlok hingga 60 persen. Proses pemulihan diperkirakan membutuhkan
waktu paling sedikit 5 tahun. Di subsektor perikanan tangkap, bahkan diduga
perlu waktu lebih lama (sekitar 10 tahun), karena banyaknya nelayan yang hilang
atau meninggal selain rusaknya sejumlah besar perahu atau alat tangkap.
Berdasarkan asumsi tersebut, total kerugian yang mungkin terjadi hingga sektor
ini pulih total dan kembali ke kondisi pra-tsunami diperkirakan mencapai Rp 3,8
triliun.
Perbankan
Aceh terdapat dua kantor Bank
Indonesia, bank sentral Republik Indonesia, yang dibuka di Banda Aceh (kelas
III) dan Lhokseumawe (kelas IV). Tugas Bank Indonesia yang terdiri dari bidang
moneter, sistem pembayaran, dan perbankan. Di daerah-daerah tugas Bank
Indonesia lebih dominan di bidang sistem pembayaran dan perbankan. Di bidang
sistem pembayaran menyelenggarakan sistem kliring dan BI-RTGS dan di bidang
perbankan mengawasi dan membina bank-bank agar beroperasi dengan sehat dan
menguntungkan.
Industri
Aceh memiliki sejumlah industri besar di antaranya
- PT Arun: Kilang Pencairan Gas Alam di Lhokseumawe
- PT PIM: Pabrik Pupuk Iskandar Muda di Lhokseumawe
- PT AAF: Pabrik Pupuk Asean di Lhokseumawe
- PT KKA: Pabrik Kertas di Lhokseumawe
- PT SAI-Lafarge: Semen Andalas di Aceh Besar
- ExxonMobil: Kilang Gas Alam di Lhokseumawe
Pertambangan
Emas di Woyla, Seunagan, Aceh Barat;
Pisang Mas di Beutong, Payakolak, Takengon Aceh Tengah Batubara di Kaway XI, di
Semayan di Aceh Barat, Batugamping di Tanah Greuteu, Aceh Besar; di Tapaktuan
Pariwisata
Museum Aceh
pada tahun 1915-1930
- Masjid Raya Baiturrahman
- Graveyard in Bitay Village [1]
- Cut Nya Dien House [2]
- Indonesian Airline Monument. Seulawah-Indonesian First Airplane [3]
- Tsunami Monument & Garden [4]
- Museum Aceh [5]
- Taman Putroe Phang
- Kuburan Kerkhoff
- Danau Laut Tawar
- Danau Aneuk Laot
- Iboih
- pantai lhoknga
- museum tsunami
- makam teuku umar
- makam sultan iskandar muda
- pantai sabang
- wisata bahari pulau rubia
- tugu nol kilo meter sabang
- guha tujoh laweung
Seni dan Budaya
Aceh merupakan kawasan yang sangat
kaya dengan seni budaya galibnya wilayah Indonesia lainnya. Aceh mempunyai
aneka seni budaya yang khas seperti tari-tarian, dan budaya lainnya seperti:
- Didong (seni pertunjukan dari masyarakat Gayo)
- Meuseukee Eungkot (sebuah tradisi di wilayah Aceh Barat)
- Peusijuek (atau Tepung tawar dalam tradisi Melayu)
Sastra
- Bustanussalatin
- Hikayat Prang Sabi
- Hikayat Malem Diwa
- Legenda Amat Rhah manyang
- Legenda Putroe Neng
- Legenda Magasang dan Magaseueng
Pedang Sikin Panjang
adalah salah satu senjata tradisional dari Aceh
Senjata tradisional
Rencong
adalah senjata
tradisional Aceh,
bentuknya menyerupai huruf L, dan bila dilihat lebih dekat bentuknya merupakan
kaligrafi tulisan bismillah. Rencong termasuk dalam kategori dagger atau belati (bukan pisau ataupun pedang). Selain
rencong, bangsa Aceh juga memiliki beberapa senjata khas lainnya, seperti Sikin Panjang,
Perisai Awe,
Perisai
Teumaga, siwah, geuliwang dan peudeueng.
Rumah Tradisional
Rumah tradisional
Aceh di Museum Aceh
Rumah tradisonal suku Aceh dinamakan
Rumoh Aceh. Rumah adat ini bertipe rumah panggung dengan 3
bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari rumah Aceh yaitu seuramoë
keuë (serambi depan), seuramoë teungoh (serambi tengah) dan seuramoë
likôt (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu rumoh
dapu (rumah dapur).
Tarian
Provinsi Aceh yang memiliki
setidaknya 10 suku bangsa, memiliki kekayaan tari-tarian yang sangat banyak dan
juga sangat mengagumkan. Beberapa tarian yang terkenal di tingkat nasional dan
bahkan dunia merupakan tarian yang berasal dari Aceh, seperti Tari Rateb Meuseukat dan Tari Saman.
Tarian Suku Aceh
|
Tarian Suku Gayo
Tarian Suku Lainnya
|
Tari Seudati di Sama Langa tahun 1907
Tari Saman dari Gayo Lues
Tari Guel, khas Suku Gayo
Tari Didong
Makanan Khas
Aceh mempunyai aneka jenis makanan
yang khas. Antara lain timphan, gulai itik, kari kambing
yang lezat, Gulai Pliek U dan meuseukat yang langka. Di samping
itu emping melinjo asal kabupaten Pidie yang terkenal gurih, dodol Sabang yang
dibuat dengan aneka rasa, ketan durian (boh drien ngon bu leukat), serta
bolu manis asal Peukan Bada, Aceh Besar juga bisa jadi andalan bagi Aceh. Di
Pidie Jaya
terkenal dengan kue khas Meureudu yaitu adee. Di Aceh Utara
lazim kita temukan kuliner khas lainnya yaitu martabak durian yang
lezat. Kuliner Bireun
yang paling terkenal adalah sate matang, yaitu sejenis masakan sate
daging sapi atau kambing yang berasal dari kota Matang Geuleumpang Dua.
Sementara kuliner khas Aceh yang sering ditemukan dijual diluar Provinsi Aceh
adalah mie Aceh, sejenis mie kuning basah yang diracik dengan bumbu khas
nan pedas.
Pahlawan
Bangsa Aceh
merupakan bangsa yang gigih dalam mempertahankan kemerdekaannya. Kegigihan
perang bangsa Aceh, dapat dilihat dan dibuktikan oleh sejumlah pahlawan (baik
pria maupun wanita), serta bukti-bukti lainnya (empat jenderal Belanda tewas
dalam perang Aceh,
serta kuburan Kerkhoff yang pernah
mencatat rekor sebagai kuburan Belanda terluas di luar Negeri Belanda).
Pahlawan Perempuan
Pahlawan Pria
- Sultan Iskandar Muda
- Teungku Chik Di Tiro
- Teuku Umar
- Panglima Polem
- Teuku Nyak Arif
- Mr. Teuku Muhammad Hasan[24]
Tokoh asal Aceh
Lihat pula Suku Aceh
untuk tokoh-tokoh yang bukan berasal dari provinsi Aceh namun berketurunan
Aceh.
- Yap Thiam Hien
- Hamzah Fansuri
- Nuruddin ar-Raniri
- Syiah Kuala
- Syamsuddin al-Sumatrani
- Tun Sri Lanang
- Teungku Chik Pante Kulu
- Ismail al-Asyi
- Mohamad Kasim Arifin
- Teungku Hasan Muhammad di Tiro
- P. Ramlee
- Teungku Ahmad Dewi
- Teungku Daud Beureu'eh
id.wikipedia.org/wiki/Aceh
acehprov.go.id/
www.bbc.co.uk/news/world-asia-17675399
Tidak ada komentar:
Posting Komentar